Dua tahun lalu di bulan Oktober 2016, saya baru kembali dari China setelah menyusuri beberapa kota di daerah selatan seperti Shenzhen, Guangzhou/ Canton, Yiwu, Shanghai, dan Hangzhou. Kalo nyari Yiwu di peta masih susah, kotanya baru lahir 20 tahun lalu hehe…
Saya ke sana dalam rangka trip bisnis muslim untuk mencari suplier kebutuhan usaha saya di Bandung. Semula saya pikir negara itu ya masih 11-12 sama Indonesia (kuper asli nih), tapi eh ternyata… wow banget sodara-sodara!
Saya kagum sama Singapura, sebuah negara kecil yang maju. Tapi sejak melihat kota-kota di China, Singapura jadi berasa biasa-biasa aja. Di negara sebesar dan sebanyak ini penduduknya, kok bisa membangun kotanya sedemikian keren. Saya kagum rakyat segitu banyak bisa diatur. Negaranya luas banget pula!
Transportasi umum sangat mudah dan lengkap. Mulai dari sepeda sewaan, ojeg, bus, metro (kereta bawah tanah), sampai kereta antar kota yang biasa dan kereta peluru berkecepatan 305 km/ jam. Saya merasakan naik kereta peluru ini dari Shenzhen ke Guangzhou yang jarak tempuh pakai mobil kalau lancar sekitar 2 jam atau 140 KM. Mirip jarak dari Bandung ke Jakarta deh. Pas naik kereta peluru ini, jangankan bisa tidur di kereta, rasanya baru saja duduk tapi sudah disuruh berdiri lagi. Kaget hahaha…
Kondisi di sana berbeda jauh dengan bayangan bahwa produk China itu pasti jelek atau KW sekian. Kendaraan dan bangunan di sana yang terlihat bagus banget. Cuma sepanjang saya di sana belum pernah menemukan motor bensin, semua motor listrik. Mulai dari sepeda listrik sampai motor roda 3 yang untuk jualan atau angkut barang, ternyata pakai baterai. Jalur sepeda motor ini sama dengan jalur pejalan kaki di trotoar, tapi trotoarnya memang lebar banget. Lebar trotoarnya 3 – 5 meter lah. Lega banget kan? Karena motornya pakai listrik, jadi suaranya halus banget. Sering terkaget-kaget saat tiba-tiba si motor sudah pas di samping kita berseliweran.
Kalau lagi bertualang, saya suka sekali mencoba transportasi setempat, terutama yang unik. Saya sempat bertanya kepada kenalan di sana, kalau mau naik Rickshaw alias becak cina yang ditarik oleh orang seperti itu di mana. Bukan jawaban yang saya terima, mereka malah tertawa terpingkal-pingkal. Katanya mereka seumur hidup belum pernah lihat. Mungkin itu beca jaman dulu kala. Hadeuh…malu juga 😂
Sebelum berangkat, saya juga banyak mendengar kabar tentang WC umum di China yang kondisinya bau dan jorok. Lalu apa yang saya temukan di sana? WC-nya lumayan bersih, putih, tanpa kerak, hanya memang bau pesing krn tidak disediakan air. Yang tersedia di WC hanya tisu saja. Kalau menurut saya sih lebih parah WC umum yang sering saya temukan di Indonesia sih hahaha…
Oh iya, di sana Facebook, Google, Line, Instagram, dan beberapa aplikasi lain diblokir jadi gak akan bisa dibuka. Kecuali ada trik khusus yang saya belum paham caranya. Untungnya Whatsapp dan Telegram masih bisa dibuka. Lumayan untuk kontak-kontak sama keluarga.
Satu hal yang paling penting diperhatikan, orang China jarang yang lancar berbahasa Inggris. Jadi ternyata, cara mudah berkomunikasi adalah dengan membawa HP yg sudah diintall aplikasi translate. Aplikasi yang saya pakai adalah Microsoft Translater. Kalau pake iPhone, aplikasi ini bisa didownload mendadak di sana. Kalau pakai android, karena harus buka google play, pasti gak bisa didownload di sana jadi harus ada persiapan saat masih di Indonesia.
Saat kita ada maksud atau pertanyaan, ketik dalam bahasa Indonesia atau Inggris, nanti translater ini akan memunculkan huruf cinanya. Tinggal perlihatkan layar HP kita ke orang yang kita tanya. Biasanya dia membalas dengan HP dia dan memperlihatkan jawaban ke kita. Aplikasi ini juga bisa langsung menterjemahkan melalui foto atau suara. Petunjuk arah dan lain-lain bisa difoto dan langsung ada artinya dalam bahasa kita.
Semoga sedikit tips ini bisa membantu. Selamat bertualang…