Pada musim haji 1438 Hijriah/ 2017 lalu, Allah memanggil kembali saya dan suami setelah kami diundang untuk pertama kali berhaji pada tahun 2008. Pada Desember tahun 2008 itu adalah saat yang sangat berkesan. Untuk pertama kalinya saya memiliki paspor dan untuk pertama kalinya saya bepergian ke luar negeri. Jangankan ke Arab, sekedar ke Singapura atau Malaysia yang dekat pun belum pernah saya alami sebelumnya. Ternyata kesempatan ke luar negeri langsung saya alami untuk menuju Baitullah. Allahu Akbar. Nikmat mana lagi yang kudustai…
Pada tahun 2008 itu, atas saran dari kakak ipar, kami berangkat bersama Travel Haji dan Umroh Safari Suci. Wah nekad banget ya, serasa horang kayah aja berangkat haji memakai fasilitas bintang lima. Entah kenapa kami berani sekali waktu itu, padahal panggilan haji reguler pun sudah di tangan setelah mengantri selama 2 tahun. Mungkin kami percaya bahwa Allah yang akan membiayai niat ibadah kami. Walau semua biaya kami cicil sampai tetes uang terakhir, alhamdulillah kami bisa berangkat dan melunasi biaya. Allah memang ajaib, tidak bisa dipahami bagaimana skenario-Nya berjalan.
Kesan selama bersama Safari Suci itulah yang membuat saya berdoa di Arafah agar bisa berangkat haji bersama orang tua yang belum pernah ke tanah suci pada saat itu. Sangat tidak mudah meyakinkan orang tua bahwa beliau secara fisik akan mampu ke sana karena ibu saya memiliki sakit di kakinya. Ayah saya yang saat ini sudah tiada pun saat itu masih sehat wal’afiat. Setelah orang tua berhasil diyakinkan, saya mendaftar kembali untuk haji pada tahun 2013 ke travel yang sama, yaitu Safari Suci. Saya tidak punya pengalaman lain selain travel ini untuk masalah haji jadi saya tidak mencoba-coba lagi. Namanya untuk orang tua apalagi yang kondisinya sudah sepuh dan tidak 100% sehat, saya memilih travel yang sudah saya ketahui sendiri reputasi dan pelayanannya.
Kondisi saat mendaftar tahun 2013 ternyata sudah sangat berbeda dengan tahun 2008. Kalau tahun 2008 kami mendaftar awal tahun dan bisa berangkat tahun itu juga, pada 2013 kami mendapat info bahwa kemungkinan baru bisa berangkat pada 2017 atau 2018. Wow, antriannya lumayan juga ya. Untuk mendaftar, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, antara lain menyetor biaya awal sebesar 4.500 USD/ orang.
Akhirnya pada awal Juli 2017, kami mendapat telfon dari pihak Safari Suci bahwa kami mendapat panggilan untuk berangkat pada Agustus 2017. Kami diminta menjawab secepatnya untuk mengejar pengurusan berkas-berkas haji. Saat itulah kami menghadapi dilema yang sangat besar. Selain harus menyiapkan sisa biaya yang sangat besar (biaya 2017 sebesar 10.000 USD/ orang), bapak saya tercinta sedang dirawat di rumah sakit karena menderita kanker paru. Saat menerima telfon tersebut, bapak saya sedang menjalani kemoterapi pertama. Walau dalam kondisi sakit, tentu saja kami harus bertanya kembali tentang niat berhaji kepada bapak. Dan jawaban dari bapak sungguh mengharukan. Beliau tetap ingin berangkat berempat bersama kami (istri, anak, dan menantunya). Begitu terlihat semangat beliau walau hari demi hari sangat terlihat bahwa tubuhnya semakin melemah. Subhanallah…
Melihat keyakinan bapak kamilah yang akhirnya menguatkan niat kami untuk tetap berangkat, apapun yang terjadi. Setiap bangun dari tidur selama dirawat di rumah sakit, yang ditanyakan selalu kapan berangkat. Kalau ada yang menengok, beliau seperti sedang manasik, mempelajari doa-doa dan bertanya apakah doanya sudah benar. Kadang beliau mendoakan yang menengok supaya bisa pergi haji juga. Manusia berencana, Allah yang menentukan. Allah tahu bahwa fisik ayah saya sudah melemah. 7 hari sebelum kami berangkat haji, Allah memanggil beliau. Memang bukan ke Arafah, tapi insya Allah ke jannah.
Di saat bapak saya sakit hingga wafat inilah terasa sekali artinya menjadi keluarga besar Safari Suci. Mereka ikut menengok saat di rumah sakit, ikut melayat, bahkan membantu meminjamkan ambulance untuk jenazah. Urusannya bukan lagi seperti biro jasa dan nasabahnya, tapi lebih seperti keluarga.
Perjalanan haji kami 14 Agustus 2017 hingga 9 September 2017 tetap kami teruskan walau tanpa bapak. Alhamdulillah masih ada ibu yang bisa bersama kami. Ibu saya terlihat sangat puas dilayani travel ini. Bukan hanya timnya saja yang sangat sigap, tapi para jamaahnya pun sangat baik dan rendah hati.
Kami terbang menggunakan Saudia Airlines dari bandara Soekarno Hatta Jakarta dan langsung menuju Madinah. Di Madinah, kami menginap di Hotel Movenpick selama 4 malam. Setelah dari Madinah, kami bergerak untuk melaksanakan rangkaian haji pertama, yaitu umroh wajib menuju Mekkah. Saat melaksanakan umroh tersebut, saya berniat melaksanakan haji untuk orang tua saya, yaitu bapak saya yang baru meninggal dunia. Saya diingatkan oleh Pak Ustad Maman agar jangan sampai saya lupa bahwa haji kali ini niatnya berbeda dengan haji untuk diri sendiri. Jangankan niat untuk haji nantinya, mulai dari rangkaian umroh pun niatnya sudah untuk badal haji orang tua, pesannya.
Setelah menempuh perjalanan dengan bis yang sangat nyaman dari Madinah selepas dzuhur dan makan siang, kami pun tiba di Mekkah malam hari sekitar pukul 8-9 malam. Di Mekkah, kami menginap di Hotel Hilton yang berada persis di depan Masjidil Haram. Setelah masuk ke kamar masing-masing dan mengambil air wudhu, kami lanjutkan dengan melaksanakan ibadah umroh hingga dini hari.
Kami menginap di Hotel Hilton selama kurang lebih 8 hari sambil menunggu saatnya menuju Mina lalu wuquf di Arafah. Tapi sebelum menuju Mina, semua jamaah dipindahkan ke hotel yang agak jauh dari Masjidil Haram sebagai hotel transit. Hotel transit ini berada di daerah Hudaibiyah. Kami sangat menikmati tinggal di hotel transit ini. Hotelnya sih tidak terlalu besar, tapi sajian istimewa diberikan oleh Safari Suci kepada para jamaah di hotel ini, yaitu masakan khas Indonesia yang dimasak oleh pemukim Mekkah yang berasal dari Cianjur. Saat di hotel-hotel sebelumnya, para jamaah sudah mulai galau dan bosan dengan menu-menu internasional, di hotel ini kami khusus diberi hidangan ala Indonesia yang membuat kami bisa makan lahap. Alhamdulillah, stamina menjelang wuquf bisa meningkat berkat makanan seperti ini.
Saat di Mina, kami menempati tenda berdesak-desakan sebagaimana layaknya tenda-tenda lainnya. Tapi alhamdulillah posisi tenda kami sangat dekat dengan gedung jamarat, bisa dikatakan bersebelahan. Sebagai perbandingan, tenda jamaah haji reguler cukup jauh dari gedung jamarat, mungkin sampai beberapa kilometer jaraknya. Tenda kami letaknya agak di bagian atas bukit tapi alhamdulillah ada lift khusus yang bisa digunakan jamaah dengan kursi roda atau orang tua sepuh. Di dalam tenda tersedia alas tidur dari busa, bantal, selimut, dan perlengkapan mandi seperti sikat gigi, sabun, dll.
Pada saat di Arafah, kami menempati tenda ber-AC yang bentuknya seperti tenda dome. Di dalamnya terdapat alas tidur seperti kasur busa yang bisa dilipat. Berhubung cuaca bulan September memang sedang panas, di dalam tenda ber-AC pun hawanya tetap terasa panas. Ujian kesabaran bagi semua jamaah yang harus ikhlas dengan kondisi alam. Pada saat di Arafah inilah kami mendapat siraman rohani berupa Khutbah Arafah yang diberikan oleh Bapak KH. Miftah Faridl. Khutbah yang mengingatkan perjalanan haji pada 2008 lalu di mana saya sangat merindukan bisa berhaji bersama orang tua. Janji Allah, tiada doa yang tidak didengar dan tidak dikabulkan pada saat wuquf di Arafah. Subhanallah…
Selesai rangkaian haji berupa mabit di Mina, wuquf di Arafah, dan perjalanan selanjutnya hingga ditutup oleh thawaf, sa’i, dan tahallul di Masjidil Haram, semua jamaah kembali ke Mina untuk melaksanakan lempar jumrah dan mabit. Alhamdulillah, dengan adanya hotel transit, sebelum kami kembali ke Mina, kami bisa membersihkan diri dan mandi terlebih dahulu. Pada saat berhaji tahun 2008, belum ada fasilitas hotel transit sehingga untuk mandi ratusan jamaah harus antri di kamar mandi yang jumlahnya tidak seberapa. Inilah salah satu peningkatan pelayanan yang saya rasakan dari Safari Suci pada tahun ini.
Saat beres menginap selama beberapa hari di Mina pun kami masih berada di hotel transit selama beberapa hari sambil menunggu waktunya kembali ke tanah air. Untuk menjaga kemabruran, setiap hari selalu ada shalat berjamaah dan tausiyah, baik dari KH. Miftah Faridl maupun dari ustad H. Maman Suherman. Letak hotel yang jauh dari keramaian membuat jamaah sangat kompak berkumpul dan menghabiskan waktu dengan silaturahmi antar jamaah. Saat menginap dekat Masjid, pasti kami hanya bertemu pada saat jam makan saja. Di luar jam itu, semua sibuk dengan urusan masing-masing di seputar Masjidil Haram.
Nikmatnya ibadah kali ini adalah berkah Allah. Di samping itu, sangat terasa kerja sama yang baik antara tim Safari Suci sehingga kami merasa diperlakukan dan diurus dengan baik. Ibu saya terlihat sangat bahagia. Keraguan beliau tentang sulitnya ibadah haji langsung sirna. Malah masih di Arafah pun beliau langsung ingin berhaji kembali tanpa tahu kenapa alasannya. Tiba-tiba hatinya sudah rindu. Alhamdulillah Ya Allah atas semua nikmat-Mu memuliakan orang tua hamba. Terima kasih Safari Suci atas segala bantuan tenaga dan pikiran untuk saya dan keluarga. Semoga berkah perjalanan usahanya hingga 30 tahun saat ini dan seterusnya. Aamiin…