Persahabatan itu buat saya kayak kue bolu, rasanya manis dan bikin kita berkembang. Hihihi… Gimana sih rasanya kalau kita hidup tanpa sahabat? Gak kebayang banget, soalnya saya itu merasa jadi mahluk sosial yang butuh teman untuk bicara. Kadang yang jadi sahabat saya itu suami, kadang adik, kadang mertua, dan kadang juga teman lama.
Nah, beberapa hari lalu saya bertemu lagi dengan beberapa sahabat yang sudah lama banget gak ketemu. Begitu ketemu, kami seru banget bicara masalah bisnis. Wah, ternyata sahabat-sahabat saya sedang merasakan jatuh bangun dalam berbisnis. Saya salut banget sama sahabat saya yang masih terus berjuang ini karena saya juga pernah merasakan jatuh bangun yang serupa.
Sambil mengobrol, kami sibuk mengunyah-nguyah kue yang rasanya lembut dan unik. Eh, kue apa ini? Ternyata sejenis kue bolu kukus tapi kok baru lihat ya? Ooo pantesan belum pernah lihat di Bandung, ternyata ini adalah Siliwangi Bolu Kukus dari Bogor. Pas lihat kemasannya, wih…keren banget! Jadi penasaran di mana penjual kue ini di Bandung. Ternyata tokonya baru buka di Bandung tanggal 25 Januari 2020 lho! Dari ngobrol ngepoin kabar sahabat, akhirnya kami malah sama-sama ngepoin bisnis kue bolu ini sambil janjian harus datang pas pembukaan gerai ini. Denger-denger bocoran sih bakal ada promo yang asik.
Ternyata betul, pas hari pembukaan kami datang ke sana, antrian orang begitu banyak di depan toko. Semuanya penasaran ingin mencoba berbagai varian Kue Bolu Siliwangi yang unik dan khas mengangkat kearifan lokal tanah Priangan. Emang gak tanggung-tanggung, ada 8 varian rasa, yaitu rasa Alpukat Mentega, rasa Ubi Cilembu, rasa Susu Lembang, rasa Stroberi Ciwidey, rasa Brownies Coklat, rasa Kopi Bogor, rasa Ketan Kelapa, dan rasa Talas Bogor. Mau tahu rasa favorit saya? Rasa Kopi Bogor, Alpukat Mentega, dan Ubi Cilembu hihihi… Ini enak atau lapar ya?
Kemasan kue bolu ini keren, selain warnanya menarik, keliatan banget didesain dengan segala kepraktisan dan dipikirkan kehigienisannya. Pas memilih bolu di dalam tokonya pun, pembeli dipersilakan mengambil keranjang yang terbuat dari anyaman tikar. Keren banget keranjangnya! Kayaknya kalau keranjang ini dijual, bakalan saya beli juga. Saya suka banget sama yang antik-antik begini.
Balik lagi ke obrolan bisnis bareng sahabat tadi, saya jadi mendapat inspirasi baru. Bolu ini dikonsep bukan jadi bisnis yang cuma sekali meledak terus habis, tapi dikemas menjadi sebuah bisnis yang merangkul potensi daerah khususnya Jawa Barat dan melahirkan karya untuk dinikmati masyarakat berupa kue. Walau “cuma” sekedar makanan, tapi kue ini dipikirkan banget detailnya sehingga terasa sangat bernafaskan Priangan. Kemasan modern tapi cita rasa lokal tetap diutamakan.
Cara promosinya pun unik juga. Dengan promo bayar 1 box dapat 3 pax kue, masyarakat rela antri sampai panjang banget ke jalan. Ini bakalan bikin orang yang gak paham ada kejadian apa, jadi ikut berhenti dan melihat toko ini. Eh ujung-ujungnya malah bikin penasaran untuk ikut beli juga. Gak heran kalau katanya sekitar 3.500 box habis dalam sehari di gerai yang baru buka ini. Wih, mantap ya! Nih bisa lihat keseruan promo dan antrinya di link ini : https://youtu.be/Lgilf5Xj4MM
Eh iya, kebetulan banget saya sempet ketemu General Manager dari Siliwangi Bolu Kukus. Menurut Kang Tegar, sang GM, makanan berjenis kue bolu ini yang diproduksi dengan cara dikukus dan tidak hanya melalui proses yang higienis, tetapi juga ditunjang dengan bahan baku pilihan yang berkualitas. Selain itu ditunjang pula dengan mesin dan peralatan yang tepat guna. Tenaga kerjanya lokal namun andal dan kompeten sehingga menghasilkan produk yang berkualitas tinggi dan berdaya saing.
SBK juga sengaja dikemas agar mudah dibawa ke mana saja. Harganya pun terbilang murah tapi tidak mengurangi kualitasnya jika dibandingkan dengan produk sejenis. Dengan kondisi seperti ini, otomatis target marketnya adalah semua kalangan masyarakat, tanpa kecuali. Produk ini juga mudah didapatkan di mana saja di Bumi Pasundan, salah satunya adalah di Bandung yang baru dilaunching. Oh iya, buat yang penasaran pengen nyicip bolu kukus ini langsung datang aja ya.
Store Siliwangi Bolu Kukus Bandung, Jalan M. Toha 145 kec. Regol (dekat PT. Inti) Bandung. Telp/ wa : 0811-8250-044. Instagram : @siliwangibolukukus, website : http://siliwangibolukukus.blogspot.com. Jam operasional 06.00 s.d. 22.00 WIB.
Om, Tante, Kakak, kenalkan nama saya Deva. Deva masih duduk di sekolah kelas 4 SD. Deva ingin cerita pengalaman yang sangat berkesan.
Waktu masih kelas 3 SD, Deva pernah diajak Mama dan Papa ke Masjidil Aqso. Sudah pada tahu Masjidil Aqso kan? Iya betul, itu adalah mesjid utama umat Islam selain Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Ada yang bertanya, memangnya Deva gak takut datang ke Masjidil Aqso? Alhamdulillah, Deva senang sekali bisa ke sana. Perjalanannya memang melelahkan karena Masjidil Aqso lebih jauh dibanding 2 mesjid besar umat Islam di atas. Untung saja Deva selalu dijaga Mama dan Papa, jadi kalau Deva capek atau ngantuk, Mama dan Papa bergantian menggendong Deva… hehehe.
Menurut hadist dari Rasulullah, “Tidak disarankan melakukan suatu perjalanan berpayah-payah kecuali menuju tiga Masjid, yaitu Masjid Al-Haram (di Mekkah), dan Masjidku (Masjid An-Nabawi di Madinah), dan Masjid Al-Aqsha (di Palestina)“. Jadi, walaupun perjalanannya berat, Deva pengen lakukan karena menuju tempat yang sangat penting dalam sejarah umat Islam.
Deva sering mendengar tentang Masjidil Aqso waktu diceritakan oleh Pak Guru tentang peristiwa Isra Mi’raj. Dalam peristiwa Isra, Rasulullah diberangkatkan oleh Allah dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqso sebelum akhirnya melakukan perjalanan menuju langit tertinggi, yaitu Sidratul Muntaha. Saat itulah Rasulullah menerima perintah shalat 5 waktu yang hingga sekarang dijalankan oleh umat Islam. Karena sering mendengar cerita itu, Deva penasaran banget saat diajak oleh Mama dan Papa ke Aqso.
Deva sempat bertanya ke Mama, bahaya atau tidak kalau berangkat ke Aqso? Kan Deva sering lihat di TV ada perang di Palestina. Kata Mama, “Di sana insyaa Allah aman dan umat Islam dari Indonesia diperbolehkan masuk ke Masjidil Aqso. Kalau memang berbahaya, pasti Mama tidak mau mengajak dan membahayakan Deva”. Oh, akhirnya Deva paham dan pamit ke Bapak dan Ibu Guru di sekolah untuk ikut dengan Mama Papa ke Aqso.
Pada hari itu, Deva akhirnya tahu yang namanya negara Palestina dan Masjidil Aqso yang sangat indah di Kota Jerusalem. Selain indah, kompleks Masjidil Aqso itu berisi banyak mesjid. Salah satu mesjid di sana, kubahnya saja dilapisi 80 kg emas, yaitu Masjid Ash-Shakhrah. Mesjid lainnya antara lain adalah mesjid yang berkubah timah berwarna abu kehitaman (Masjid Qibli) dan ada juga mesjid yang terdapat di dalam tanah. Di tanah inilah terdapat banyak sekali jejak para Nabi. Kata Om Pemandu Wisata, “Selain Rasulullah Muhammad S.A.W. yang pernah menjejakkan kaki di sini, Allah juga menurunkan Nabi-Nabi sebelumnya, antara lain Nabi Dawud, Nabi Sulaiman, dan Nabi Isa. Masih banyak lagi Nabi-Nabi yang pernah berdakwah di kota yang bernama lain Baitul Maqdis ini, sehingga pantas dikatakan bahwa tidak ada sejengkal tanahpun yang tidak digunakan untuk berdakwah dan beribadah oleh para Nabi”.
Negara Palestina, walaupun masih dalam masa penjajahan, tapi pemandangannya sangat indah. Kalau kata Mama, pemandangannya seperti negara di benua Eropa. Apalagi kompleks Masjidil Aqso yang merupakan kota Jerusalem Lama, bentuknya sangat unik karena jalanan dan dinding rumahnya terbuat dari batu-batuan seperti rumah jaman dahulu. Ada penduduk yang hidup di dalam benteng ini. Mereka sangat ramah kepada orang-orang yang berkunjung ke Masjidil Aqso. Pintu gerbang Masjidil Aqso sendiri, saat ini selalu dijaga oleh tentara zionis Israel. Sebelum masuk ke dalam pekarangan mesjid, kita harus lapor terlebih dahulu. Tapi tidak perlu takut, yang penting kita ke sana untuk beribadah dan berziarah bukan? Tentara-tentara itu pasti tidak akan mengganggu kita.
Sambil berkeliling berjalan kaki di kota , Om Pemandu Wisata asal Palestina selalu bercerita tentang sejarah para Nabi yang pernah lahir dan berdakwah di tempat-tempat yang kami lewati dan singgahi. Kota Jerusalem, Bethlehem, dan Hebron adalah kota yang paling Deva ingat di sana. Banyak anak Palestina sebaya dengan Deva yang ada di Masjidil Aqso dan di kota Hebron. Deva jadi tahu kehidupan prihatin anak-anak di negara itu. Ada beberapa anak yang membawa ember kecil berisi jatah makan siang seperti bubur encer di kota Hebron. Mama berbisik ke Deva, “Kita jangan membuang-buang makanan ya. Lihat anak-anak di sini, banyak yang hidupnya sangat susah dan makan seadanya”. Alhamdulillah, Deva bersyukur Allah masih memberi rejeki untuk Deva dan keluarga hingga bisa makan.
Selain berkunjung ke beberapa kota di Palestina, Deva dan rombongan juga singgah ke negara lain seperti Jordan dan Mesir. Ada beberapa tempat yang diceritakan dalam Al Qur’an yang Deva singgahi, seperti Gua Ashabul Kahfi di kota Amman, tempat Fir’aun, dan Sungai Nil di Kota Kairo. Gua Ashabul Kahfi di kota Amman Yordania ini tertulis di dalam Al Quran Surat Al Kahfi dari ayat 9-16. Sedangkan yang berkaitan dengan Mesir dan Nabi Musa, diceritakan dalam beberapa surat, diantaranya dalam surat Al Qashash ayat 1-13.
Deva jadi pengen kembali lagi ke sana. Siapa tau teman-teman Deva juga mau, kan asyik kalau bisa pergi ramai-ramai. Tapi Deva belum paham bagaimana cara ke sana soalnya semuanya diurus sama Mama dan Papa. Jadi kalau ada yang bertanya, Deva bilang ke Mama. Kata Mama, “Kalau ada yang mau pergi ke Aqso, sebaiknya jangan sendiri-sendiri, tapi bersama-sama dengan rombongan travel. Kalau pakai travel, semuanya udah enak ada yang mengatur. Berangkat dari hotel langsung naik bis khusus dan tinggal turun di tempat yang dituju. Apalagi kalau paket wisata halal, makanannya pun dipilihkan yang pasti halal. Saat waktunya shalat, semua dibawa ke tempat shalat juga”. Begitulah kata Mama. Dan betul juga, waktu di sana kami semua dapat makanan enak dan halal, mirip dengan makanan Indonesia. Kalau jam shalat, kami sering diajak ke mesjid. Deva kan malu sama Allah kalau sampai tidak shalat, soalnya Deva pengen disayang Allah. Walaupun sedang jalan-jalan, Deva gak mau shalatnya bolong-bolon
Oh iya, Mama juga bilang, “Kalau ada yang mau berangkat ke Aqso, ada beberapa biro travel yang punya paket ke sana. Ada yang setahun sekali, bahkan ada yang punya jadwal tour ke Aqso hampir setiap bulan. Memilih biro travel harus hati-hati karena banyak yang murahan tapi tidak bertanggung jawab dan bahkan menipu konsumennya. Ada beberapa travel yang sudah Mama kenal dan amanah.
Mama juga sempat bilang, “Kalau bukan kita yang pergi ke sana, lalu siapa lagi?”. Wah…betul juga. Umat Islam dari negara lain memang banyak yang tidak diperbolehkan berkunjung ke sana. Mereka bilang, orang Indonesia sangat beruntung. Deva berdoa, semoga banyak teman-teman yang bisa ke Palestina untuk memakmurkan Al Aqso.
Dua tahun lalu di bulan Oktober 2016, saya baru kembali dari China setelah menyusuri beberapa kota di daerah selatan seperti Shenzhen, Guangzhou/ Canton, Yiwu, Shanghai, dan Hangzhou. Kalo nyari Yiwu di peta masih susah, kotanya baru lahir 20 tahun lalu hehe…
Saya ke sana dalam rangka trip bisnis muslim untuk mencari suplier kebutuhan usaha saya di Bandung. Semula saya pikir negara itu ya masih 11-12 sama Indonesia (kuper asli nih), tapi eh ternyata… wow banget sodara-sodara!
Saya kagum sama Singapura, sebuah negara kecil yang maju. Tapi sejak melihat kota-kota di China, Singapura jadi berasa biasa-biasa aja. Di negara sebesar dan sebanyak ini penduduknya, kok bisa membangun kotanya sedemikian keren. Saya kagum rakyat segitu banyak bisa diatur. Negaranya luas banget pula!
Transportasi umum sangat mudah dan lengkap. Mulai dari sepeda sewaan, ojeg, bus, metro (kereta bawah tanah), sampai kereta antar kota yang biasa dan kereta peluru berkecepatan 305 km/ jam. Saya merasakan naik kereta peluru ini dari Shenzhen ke Guangzhou yang jarak tempuh pakai mobil kalau lancar sekitar 2 jam atau 140 KM. Mirip jarak dari Bandung ke Jakarta deh. Pas naik kereta peluru ini, jangankan bisa tidur di kereta, rasanya baru saja duduk tapi sudah disuruh berdiri lagi. Kaget hahaha…
Kondisi di sana berbeda jauh dengan bayangan bahwa produk China itu pasti jelek atau KW sekian. Kendaraan dan bangunan di sana yang terlihat bagus banget. Cuma sepanjang saya di sana belum pernah menemukan motor bensin, semua motor listrik. Mulai dari sepeda listrik sampai motor roda 3 yang untuk jualan atau angkut barang, ternyata pakai baterai. Jalur sepeda motor ini sama dengan jalur pejalan kaki di trotoar, tapi trotoarnya memang lebar banget. Lebar trotoarnya 3 – 5 meter lah. Lega banget kan? Karena motornya pakai listrik, jadi suaranya halus banget. Sering terkaget-kaget saat tiba-tiba si motor sudah pas di samping kita berseliweran.
Kalau lagi bertualang, saya suka sekali mencoba transportasi setempat, terutama yang unik. Saya sempat bertanya kepada kenalan di sana, kalau mau naik Rickshaw alias becak cina yang ditarik oleh orang seperti itu di mana. Bukan jawaban yang saya terima, mereka malah tertawa terpingkal-pingkal. Katanya mereka seumur hidup belum pernah lihat. Mungkin itu beca jaman dulu kala. Hadeuh…malu juga 😂
Sebelum berangkat, saya juga banyak mendengar kabar tentang WC umum di China yang kondisinya bau dan jorok. Lalu apa yang saya temukan di sana? WC-nya lumayan bersih, putih, tanpa kerak, hanya memang bau pesing krn tidak disediakan air. Yang tersedia di WC hanya tisu saja. Kalau menurut saya sih lebih parah WC umum yang sering saya temukan di Indonesia sih hahaha…
Oh iya, di sana Facebook, Google, Line, Instagram, dan beberapa aplikasi lain diblokir jadi gak akan bisa dibuka. Kecuali ada trik khusus yang saya belum paham caranya. Untungnya Whatsapp dan Telegram masih bisa dibuka. Lumayan untuk kontak-kontak sama keluarga.
Satu hal yang paling penting diperhatikan, orang China jarang yang lancar berbahasa Inggris. Jadi ternyata, cara mudah berkomunikasi adalah dengan membawa HP yg sudah diintall aplikasi translate. Aplikasi yang saya pakai adalah Microsoft Translater. Kalau pake iPhone, aplikasi ini bisa didownload mendadak di sana. Kalau pakai android, karena harus buka google play, pasti gak bisa didownload di sana jadi harus ada persiapan saat masih di Indonesia.
Saat kita ada maksud atau pertanyaan, ketik dalam bahasa Indonesia atau Inggris, nanti translater ini akan memunculkan huruf cinanya. Tinggal perlihatkan layar HP kita ke orang yang kita tanya. Biasanya dia membalas dengan HP dia dan memperlihatkan jawaban ke kita. Aplikasi ini juga bisa langsung menterjemahkan melalui foto atau suara. Petunjuk arah dan lain-lain bisa difoto dan langsung ada artinya dalam bahasa kita.
Semoga sedikit tips ini bisa membantu. Selamat bertualang…
Surat Al Mulk 15 :
“Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.”
Ternyata, cukup banyak ayat Al Qur’an yang mengajak kita untuk bepergian mencari ilmu dan menikmati rejeki dengan bertualang di bumi ciptaan Allah ini. Salah satunya adalah dalam Surat Al Mulk ayat 15 di atas. Belakangan ini juga mulai populer fenomena Wisata Halal di berbagai belahan dunia. Apa itu wisata halal? Wisata halal buat saya adalah sebuah pengalaman menjelajahi berbagai belahan bumi dengan tetap mengkonsumsi makanan yang halal, tetap bisa menjalankan shalat 5 waktu, dan jika memungkinkan juga mengunjungi mesjid di berbagai tempat di dunia.
Eropa memiliki daya pikat yang sangat tinggi sebagai tempat wisata internasional. Karena keindahan alam dan bangunannya yang bersejarah, Eropa adalah sebuah daratan yang membuat banyak orang berangan-angan untuk mengunjunginya. Apakah masyarakat di Eropa toleran terhadap umat muslim? Alhamdulillah hal itu sudah saya buktikan bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan selama petualangan 3 bulan berada di Eropa beberapa tahun lalu.
Pada bulan Februari 2015, saya meninggalkan kota kelahiran saya, Bandung, untuk pertama kalinya menuju ke benua baru, Eropa. Seperti apakah Eropa? Wah, tidak terbayang sebelumnya. Kesempatan itu datang bersamaan dengan saat saya dan suami mengambil kuliah Magister jurusan Bisnis di ITB. Kampus kami bekerja sama dengan kampus Goldsmith University di Kota London. Kami diberi kesempatan untuk mengambil 1 semester kuliah di Goldsmith. Sebuah kesempatan langka yang akhirnya kami coba.
Saat berangkat dari Bandung, kota pertama yang kami tuju adalah London di Inggris alias UK. Untuk menuju ke sana, kami memilih maskapai Kuwait Air yang berangkat dari Kuala Lumpur. Bandung-Kuala Lumpur-Kuwait-London. Perjalanan yang lumayan panjang dan melelahkan tapi sangat berkesan. Petualangan yang saya jalani bersama jodoh halal ini adalah kesempatan pertama saya menginjak benua Eropa yang sohor tersebut. Jauh sebelum kami menikah, suami saya pernah berkunjung ke Eropa bersama keluarganya. Saya, yang masih “bau kencur” dalam urusan traveling ke Eropa hanya berbekal modal nekad saja.
Selama kurang lebih 2 bulan, saya mengikuti perkuliahan di Goldsmith University London. Itu terhitung perkuliahan yang setara dengan 1 semester di Indonesia. Di awal kedatangan, saya dan suami tinggal di hotel backpacker yang sekamar isinya beramai-ramai. Setelah beberapa hari, kami mencari kamar yang bisa disewa bulanan atau mingguan. Lewat iklan online, kami menyusuri beberapa rumah dan akhirnya menemukan tempat yang paling cocok di rumah seorang Jerman. Sebenarnya, kamar tersebut hanya untuk 1 orang saja. Tapi kami minta ijin untuk dapat menyewa bareng, lagi pula tempat tidur single buat orang bule memang cukup besar untuk bisa dipakai kami berdua. Harga sewa kamar di sana kalau dihitung pakai rupiah, sewa sebuah kamar selama sebulan di London masih bisa dipakai untuk bayar kontrak 1 rumah selama setahun di Bandung hehe… Muahal tapi tidak semahal di hotel tentunya.
Selama di London, untuk mengirit dan menjaga agar bisa makan makanan yang halal, saya memasak sendiri di tempat kost. Belanjanya kadang di pasar dan kadang di supermarket. Kebetulan tidak jauh dari tempat saya tinggal, di daerah Peckham London cukup banyak kawasan yang dihuni oleh muslim. Di supermarket juga tersedia rak-rak berisi bahan makanan halal, mulai daging ayam, daging sapi, sosis, dan lain-lain. Bahkan di daerah China Town di tengah kota London, ada toko bahan makanan khas Asia yang menjual segala macam bumbu dan makanan dari Indonesia.
Kami juga sempat berkelana ke kota-kota lain di Inggris, seperti Leeds, York, Bath, Liverpool, Brighton, Manchester, dan lain-lain hingga yang terjauh, Edinburgh di Scotlandia. Terus terang, berkelana dengan status mahasiswa, kami jadi punya “fasilitas” istimewa yaitu banyaknya bantuan tempat menginap gratis di apartemen atau kamar yang disewa oleh para mahasiswa Indonesia di UK. Masya Allah, mereka baik banget. Kami kadang baru kenal di udara lewat facebook atau dikenalkan teman, tapi uluran tangan menyediakan tempat menginap saja sudah merupakan berkah tak terhingga untuk kami.
Setelah 2 bulan lamanya menjadi penghuni London dan seputar Inggris, saya dan suami nekad coba-coba menjelajahi sebagian negara di Eropa Barat dan Eropa Timur selama hampir 1 bulan, tepatnya 26 hari. Sesaat setelah mengajukan visa UK dan disetujui dengan proses yang alot, kami juga mengajukan visa Schengen dalam waktu yang mepet selagi belum berangkat dari Indonesia. Berhubung mepet, saya meminta bantuan biro jasa tour & travel di Bandung.
Kalau bukan karena urusan sekolah kembali di usia yang sudah tidak belia ini, entah kapan saya bisa menginjak tempat impian banyak orang ini. Setiap melihat biaya tour ke Eropa, saya cuma bisa bergumam, hmmm mahal amat ya… Tiba-tiba Allah membelokkan langkah kaki saya ke berbagai tempat ini, tentunya jadi pengalaman tak terlupakan sepanjang hidup saya. Saya pernah berbagi taxi untuk “mengirit” dari Bandara Roma, Italy menuju ke hotel dengan sepasang turis bule yang ingin berkunjung ke Italy juga. Mereka tertawa mendengar petualangan kami sambil berkata, “Mungkin kamu tidak akan pernah mendapatkan kesempatan lagi untuk bertualang seperti ini.”
Begitulah, dengan modal nekad, tanpa dipersiapkan jauh-jauh hari untuk memilih negara dan tempat yang akan dikunjungi, kami berdua melangkahkan kaki begitu saja dengan mental harus siap menghadapi berbagai kemungkinan. Kami tidak menghitung berapa biaya yang harus kami keluarkan. Bukan ngerasa kebanyakan uang juga sih, tapi karena saya agak tidak apdet masalah trip ke Eropa dan cuma mengandalkan naluri saja. Asli masih culun banget deh urusan destinasi-destinasi di Eropa.
Hasil dari kenekatan kami itu, sejak berangkat dari London-Inggris, kami sempat singgah ke Brussel-Belgia, Paris-Perancis, Denhaag + Amsterdam + Volendam + Zaanse Schans + Roterdam di Holland alias Belanda, Cologne + Bonn + Berlin di Jerman, Vienna di Austria, Prague di Cekoslovakia, Venezia + Roma di Italy, serta salah satu negara terkecil di dunia yaitu Vatican. Ini adalah petualangan paling gila yang pernah saya lakukan, ke belasan kota di beberapa negara secara non-stop.
Kondisinya akan sangat berbeda kalau berangkat melalui biro tour khusus. Pasti akan tertata dengan rapi dan tujuan yang jelas kalau berangkat dalam rombongan tour, tidak seperti itinerary kami yang menclok ke sana kemari. Yah, namanya juga cuma modal nekad. Sekarang jadi ada salah satu kenangan indah yang tidak terlupakan tapi bukan untuk ditiru tentunya hahaha…
Apa tantangan paling berat dalam petualangan ini? Pastinya berkaitan dengan kebutuhan perut. Mencari tempat menginap sih hampir tanpa kendala. Kadang menumpang di rumah teman, kadang sewa apartemen, kadang menginap di hotel. Kalau makanan, tentu kami harus pilih-pilih apa makanan yang mendekati halal (karena tidak ada sertifikasi khusus), seperti roti, beras (di beberapa kota kami masak nasi sendiri), dengan lauk yang kami bekal khusus kemana-mana dan beli di toko atau minimarket khusus bahan makanan Asia. Di Eropa, ada beberapa toko Asia seperti itu, terutama di Belanda. Jadi di toko seperti itu, kami bisa membeli mie instan, sarden, dan makanan-makanan lain yang berasal dari Indonesia.
Belanda adalah negara yang paling lama kami jelajahi. Selain kota-kotanya sangat bersih dan cantik, transportasi umumnya juga sangat nyaman serta wifi kencang di berbagai lokasi. Jangankan di stasiun kereta, di setiap kereta pun ada wifi khusus yang mudah diakses. Tambahan hal menarik lainnya adalah kemudahan dalam mencari bahan makanan dan makanan siap makan bercita-rasa Indonesia. Nah, komplit kan?
Selama bertualang di Eropa tersebut, saya tidak terlalu sering membeli makanan di restoran, kecuali dalam kondisi terpaksa. Selain mahal, hati sering ragu akan kehalalannya, sehingga saya sering memasak makanan saat menginap di rumah teman atau menyewa apartemen. Di tempat-tempat tersebut, biasanya memang tersedia alat masak. Jika dibandingkan dengan mengikuti tour halal yang disediakan berbagai travel, seperti Adinda Azzahra Tour & Travel, http://adindaazzahra.com, pastinya akan lebih nyaman dan terjamin ikut program wisata yang ditawarkan. Selain waktu tidak terbuang untuk mencari makanan karena biasanya sudah disediakan di restoran-restoran partner yang menyediakan makanan halal, juga ada guide yang mengingatkan tentang waktu shalat dan kunjungan ke mesjid yang ada di suatu negara atau kota. Walau demikian, mencoba bertualang sendiri dan hidup bagai warga setempat dengan memasak makanan sendiri juga punya kenangan yang sangat berkesan. Kamu sendiri, milih yang mana? 😊
Bismillah…
Saya posting ini untuk menjawab rasa penasaran beberapa teman yang ingin mengetahui tentang trip saya ke Palestina, Masjidil Aqso, dan tempat-tempat lain di sana. Di postingan kali ini, sengaja saya ingin bercerita sedikit tentang bagaimana saya menuju Masjidil Aqso dan Kota Jerusalem.
Dahulu, mendengar kata Jerusalem dan Betlehem, tidak pernah sedikitpun terlintas di benak saya bahwa kota-kota ini adalah tempat yang penting bagi umat Islam. Saya sering mendengar kalau umat Kristen banyak yang mengunjungi kota-kota ini sebagai bagian dari wisata rohani mereka. Belakangan, saya semakin sering mendengar tentang Aqso. Di mana itu? Saya tidak terlalu memperhatikan. Yang pasti, sebegitu terkesimanya saya saat melihat tayangan video seorang teman yang menggambarkan tentang liku-liku jalan berbatu menuju Aqso. Wah…rekaman itu sangat berbekas di benak saya.
Sejak itu, saya niatkan ingin berangkat ke Aqso. Saya tunggu dan tunggu, kapan ada teman yang posting tentang Aqso. Eh, tiba-tiba seorang teman FB mengabarkan bahwa dia baru pesan tiket dari Kuala Lumpur, Malaysia ke Amman, Yordania lalu pulang dari Cairo, Mesir ke KL lagi. Langsung deh kepo dan ikutan pesan tiket juga untuk keberangkatan Februari 2018 pakai Saudia Airline. Udah, gitu aja. Selanjutnya saya belum tahu mau bagaimana. Pokoknya udah punya tiket, insya Allah niat menuju Aqso sudah mantap.
40 hari menjelang berangkat, akhirnya sudah fix ada sekitar 40 orang yg sudah membeli tiket dan kami secara kolektif dibantu oleh salah satu biro tour mengajukan visa Israel. Berbeda dengan pengajuan visa negara lain yang memerlukan paspor, pengajuan visa Israel ini hanya melalui email. Jadi buku paspor tetap kita pegang dan bisa kita pakai kemana-mana sebelumnya. Sekitar 3-5 hari sebelum berangkat, muncul pemberitahuan bahwa visa saya, suami, dan anak disetujui tapi ada 3 anggota rombongan yang visanya ditolak dan memutuskan batal berangkat.
Singkat cerita, tibalah saya di kota Amman, Yordania atau Jordan dan menginap selama 3 malam di sini sebelum memasuki wilayah Israel. Suka tidak suka, untuk menuju Palestina memang harus melalui imigrasi atau border Israel dulu sehingga kita membutuhkan visa dari mereka. Pagi jam 7, kami berangkat dari hotel di kota Amman menuju border imigrasi Israel yang terdekat, yaitu border Allenby. Sepanjang perjalanan di bis, tour guide dari Yordania beberapa kali memperingatkan kami agar tidak mengambil foto-foto saat sudah memasuki wilayah border, walaupun hanya memfoto jalanan atau sungai di sekitarnya dari dalam bis. Jangan sampai ada masalah yang membuat kami bisa ditolak masuk ke Israel, katanya. Ngomong-ngomong, supir dan guide di bis kami belum pernah ke Aqso lho… Buat mereka, menuju ke Aqso sangat sulit. Kalaupun bisa masuk wilayah Israel, ada kemungkinan mereka tidak dapat keluar lagi dan kembali ke negaranya. Di sini saya merasa beruntung sekali, walau jauh dan harus bersusah payah, ternyata saya pernah menyentuhkan dahi saya di lantai Masjid Al Aqsha.
Alhamdulillah kami semua lolos walau sempat deg-degan karena saya, suami, dan seorang teman kena random. Paspor sempat ditahan dan ditanya-tanya lebih lanjut sebelum akhirnya kami dinyatakan lolos dan boleh masuk ke wilayah Israel. Paspor kami tidak dicap dan memang saya juga akan menolak kalau dicap, tapi kami diberikan penggantinya berupa kartu yang diprint dan ada foto serta data kami.
Kota pertama yang kami singgahi adalah kota Jericho, kota tertua di dunia. Di kota ini hanya sebentar saja mampir ke toko souvenir yang menjual minyak zaitun dan lain-lain. Selanjutnya kami mengejar waktu ke Jerusalem agar bisa shalat Jumat di Masjidil Aqso. Jaraknya kalau tanpa antri di imigrasi dari kota Amman Yordania hanya 2 jam saja kira-kira. Kayak jarak dari Bandung-Jakarta tanpa macet ya?
Pertama melihat kota Jerusalem, saya terharu dan kagum. Pemandangan yang saya lihat dari jendela sungguh luar biasa. Seperti kota-kota di Eropa. Cantik sekali. Pas bis berhenti di dekat sebuah benteng, yang katanya kami sudah sampai, saya seperti diajak kembali ke masa lalu. Jaman kerajaan dalam negeri dongeng yang bentengnya seperti benteng Romawi. Keren amat, dalam hati saya. Lalu di mana masjidnya?
Kami pun menyusuri gang di dalam benteng. Ternyata, di dalam benteng itu terdapat sebuah kota yang dibangun dari batu. Rumahnya dari batu, jalannya dari batu. Inilah kota #BaitulMaqdis atau #JerusalemLama. Konon tidak sejengkal tanahpun di kota ini yang tidak dipakai beribadah oleh para Nabi. Di sana ada kios-kios kecil yang berjualan aneka kebutuhan, anak-anak yang bermain, orang dewasa yang berkegiatan, dan lain-lain. Kami dibantu oleh guide menyusuri jalan berbatu ini. Mungkin kami berjalan lebih dari 0,5 km. Jalanan di sini berundak-undak, ada tangga-tangga dan ada jalan yang tidak bertangga. Lebarnya paling 1-3 meter. Untuk yang memakai kursi roda memang agak kesulitan melewati jalan ini, walau ada juga yang bisa melewatinya. Menjelang shalat Jumat itu, suasana sangat ramai orang yang menuju mesjid.
Alhamdulillah, kami bisa shalat Jumat di sana. Yang unik, setelah shalat Jumat, Imam langsung menyambung kembali dengan shalat Ashar jama taqdim yang di-qashar. Jadi shalat 2 rakaat untuk Ashar setelah selesai shalat Jumat yang dilakukan oleh Imam Besar dan para jamaah. Imam utama memimpin shalat dari Mesjid Al Aqsha berkubah hitam (Kubah Qibli) bersama dengan jamaah pria di dalamnya. Jamaah wanita shalat di Mesjid Al Aqsha dengan Kubah Emas (Kubah Asshakrah). Di dalam kedua mesjid terbesar ini, jamaah sangat penuh dan sebagian besar shalat di pelataran batu serta halaman rumput yang penuh pohon zaitun. Tidak nampak Al Aqsha yang sepi pada saat shalat Jumat ini. Alhamdulillah. Beda dengan di waktu shalat lainnya. Mesjid ini sangat sepi.
Yang tidak ada di mesjid lainnya adalah tentara bersenjata lengkap dan besar-besar yang menjaga pintu masuk mesjid. Wih…sempet bikin kaget nih. Setiap pengunjung pun dicegat dengan pertanyaan.
“Andonesi? (Indonesia)”, tanya tentara Israel.
“Yes!”, jawab saya dan langsung dipersilakan masuk. Suami saya dicegat beberapa kali saat memasuki wilayah gerbang masjid ini. Benar-benar ketat, seperti memasuki imigrasi yang isi tasnya pun harus diperlihatkan.
Silakan menyimak foto-foto dan video berikut ya… Semoga panggilan dari Al Aqsha sampai juga buat siapapun yang membaca kisah ini ya… 😊
Apa tempat yang paling dituju saat jamaah haji atau umroh datang ke Madinah? Pasti banyak yang menjawab ingin ke Raudhah atau Taman Surga di dalam bangunan Masjidil Nabawi. Apabila masuk ke dalam Raudhah, berdirilah menghadap ke arah kiblat. Kita dapat melihat di sebelah kiri ada sebuah bangunan berbentuk 4 segi berwarna hijau tua dan bangunan itu dulunya adalah rumah Rasulullah SAW & Siti Aisyah dan di situlah juga terletaknya makam Rasulullah SAW serta para sahabat. Di atasnya terdapat kubah berwarna hijau tua yang menjadi tanda letaknya makam Rasulullah SAW. Kubah ini bisa dilihat dengan jelas dari luar Masjid Nabawi bagian depan.
Lalu bagaimana cara untuk mencapai Raudhah? Karena saya seorang perempuan, maka saya ingin menceritakan cara menuju Raudhah bagi kaum perempuan. Untuk pelengkap informasi, pintu masuk bagi jamaah perempuan dan lelaki berbeda atau dipisah bila ingin memasuki Masjid Nabawi. Hal ini berbeda bila ingin memasuki Masjidil Haram Mekkah tempat Ka’bah berada. Jamaah laki-laki dan perempuan bebas memasuki dari pintu manapun walau saat shalat akan dipisahkan areanya di dalam.
Untuk menuju ke Raudhah, bagi jamaah wanita hanya bisa di waktu-waktu tertentu. Berbeda dengan jamaah pria yang bisa setiap saat memasuki Raudhah. Raudhah ini pada saat jam shalat menjadi area untuk shalat lelaki, sehingga tertutup bagi perempuan. Berdasarkan pengalaman yang saya alami sendiri, waktu kunjungan ke Raudhah bagi perempuan adalah setelah terbit matahari hingga menjelang shalat Dzuhur dan selepas shalat Isya hingga pertengahan malam.
Tidak semua pintu masjid bisa dilewati untuk menuju Raudhah bagi wanita. Kita harus mencari pintu nomor 25 yang berada di area khusus perempuan dan terus saja melangkah masuk menuju tempat imam. Kalau tidak yakin dan takut tersesat, pada jam-jam khusus kunjungan Raudhah, kita akan melihat perempuan dari berbagai bangsa berbondong-bondong ke arah depan. Ikuti saja rombongan itu dan kita akan melihat petugas-petugas wanita yang mengatur jamaah. Ikuti instruksi dari petugas wanita yang berpakaian dan bercadar serba hitam itu. Ada kalanya kita disuruh duduk dan menunggu beberapa saat di karpet, dan ada kalanya kita diminta terus berjalan. Bagi pemakai kursi roda, rombongan akan dipisah dan digabungkan dengan sesama pemakai kursi roda. Tentunya para jamaah ini minimal berdua, satu jamaah duduk di kursi roda dan satu jamaah lagi yang menemani. Bagi pemakai kursi roda tidak perlu kecil hati saat ingin ke Raudhah. Ada antrian khusus dan area shalat bagi pemakai kursi roda di karpet hijau Raudhah di Masjid Nabawi.
Saat saya merasakan berkunjung ke Raudhah untuk pertama kali tahun 2008, situasinya sangat padat. Sulit bisa shalat dan berdoa berlama-lama di sana. Bisa-bisa, kita akan terinjak oleh kaki orang lain kalau diam di tempat terlalu lama. Maka petugas di sana pun mengatur agar kita cukup shalat sunat 2 rakaat saja dan segera beranjak untuk memberikan tempat bagi jamaah lain yang ingin merasakan shalat di karpet hijau Nabawi alias Raudhah ini.
Membayangkan sebegitu padatnya Raudhah, awalnya saya tidak yakin bisa ke sana membawa ibu saya yang kakinya sakit karena osteoarthritis alias radang sendi. Bisa-bisa, ibu saya malah jatuh terdorong oleh jamaah lain yang memang tenaga dan badannya lebih besar dibanding ukuran tubuh orang Indonesia. Untuk alasan itu pula, jamaah dari Asia yang bertubuh kecil dipisahkan dari rombongan jamaah negara lain seperti dari Arab dan Afrika agar saat memasuki Raudhah lebih aman.
Setelah pada kesempatan tahun-tahun berikutnya ke Raudhah dan melihat ternyata jamaah berkursi roda punya jalur khusus, akhirnya pada musim haji tahun 2017 ini saya membawa ibu saya ke sana menggunakan kursi roda. Alhamdulillah, Allah sangat memuliakan ibu saya. Tanpa desak-desakan, tanpa takut terinjak, Ibu saya dan para ibu lainnya bisa shalat bahkan lebih lama dari jamaah umum yang menuju Raudhah. Tipsnya cuma harus sabar mengantri. Saat sedang mengantri, alhamdulillah waktunya bisa diisi sambil membaca Qur’an atau shalat sunat.
Jamaah yang tidak berkursi roda mempunyai ruangan tersendiri untuk antri. Kami dipisah-pisahkan duduknya dan dikelompokkan dengan sesama bangsa Melayu. Saking lamanya antri, beberapa jamaah ada yang menunggu sambil mengaji bahkan ada yang tidur-tiduran. Saking banyaknya jamaah dan tempat di Raudhah yang terbatas, kami harus sabar dalam menunggu giliran.
Walau cukup lama menunggu, pasti rasa kesal langsung hilang dan berubah menjadi rasa haru saat langkah demi langkah kita tiba pada perbatasan karpet berwarna merah dan hijau. Ya, karpet Masjidil Nabawi umumnya berwarna merah dan karpet khusus di bagian Raudhah berwarna hijau. Masya Allah, betapa bahagianya saat kaki kita sudah tiba di atas karpet yang hijau. Rasanya ingin segera bersujud di sana. Eits, jangan tiba-tiba langsung ingin sujud syukur atau shalat di saat awal karpet hijau ya. Nanti kita bisa menghalangi orang lain untuk masuk dan bisa terinjak-injak. Carilah tempat yang cukup aman agak ke dalam walau kondisinya tidak akan leluasa sebebas shalat di mesjid-mesjid yang ada di Indonesia. Asal cukup untuk bersujud, alhamdulillah.
Berbagai keutamaan shalat dan berdoa di Raudhah bisa kita baca dari berbagai sumber yang bisa dicari di Google. Yang pasti, hampir semua muslim yang tiba di Madinah ingin merasakan bersujud di Raudhah.
Oh ya, kembali ke kisah ibu saya di Raudhah, bagaimana keadaan tempat shalat bagi jamaah berkursi roda? Alhamdulillah, ibu-ibu berkursi roda ini begitu dihormati. Saat antrian memasuki Raudhah, para petugas perempuan mengambil alih kursi roda dan memarkirkan para ibu ini dengan rapi. Sekitar 15-20 ibu bergantian bisa shalat dan berdoa di atas kursi rodanya di atas karpet hijau. Para pengantar dipersilakan shalat di bagian belakang kursi roda ini. Luar biasanya, para ibu yang berada di atas kursi roda bisa shalat lebih lama dan tidak perlu berdesakan. Mereka sangat khusyuk shalat berdoa. Para pengantar sendiri harus cukup puas shalat hanya 2 rakaat dan langsung disuruh berdiri agar bisa bergantian dengan pengantar lainnya. Allah menjamu ibu saya sedemikian nikmatnya. Nikmat mana lagi yang hamda dustakan Ya Allah. Sebegitu besar pertolongan-Mu untuk membahagiakan orang tua hamba. Alhamdulillah… alhamdulillah…
Menjelang pukul 3 pagi, pasukan orang dari desa berkeliling. Berisiknya jangan ditanya. Bedug dipukul ditimpali suara alat musik lainnya. Ada yang pakai gitar, kendang, dan sebagainya. Irama bedugnya juga tidak hanya bunyi dug dug biasa, tapi bisa dijadikan semacam irama untuk berjoged.
Unik banget cara membangunkan sahur warga daerah Kuningan ini. Kerasnya suara semacam menyaingi pasukan marching band yang sedang parade di jalanan. Kalau ngga terbangun, aneh juga ya hehe… Waktu saya kecil, TK atau SD, pas sering libur Ramadhan ke Cirebon, ya seperti inilah budaya membangunkan orang sahur.
Jadi inget perda-perdaan yang lagi heboh di jagat Indonesia ini. Tiap daerah memang punya aturan dan keunikan sendiri. Kalau di daerah rumah saya di Bandung ada yang ribut dini hari macam gini, paling udah diringkus sama tim keamanan hehe… Di Kuningan atau Cirebon, keriuhan macam ini memang harus dinikmati, ngga boleh ngambek walau berisik banget.
Untuk kamu yang baru pertama kalinya datang ke Bangkok, jangan lupa mampir ke Chatuchak Market. Karena pasar ini hanya buka saat weekend, kita harus atur waktu supaya kedatangan kita ke Bangkok bisa pas saat weekend.
Pasar ini bukan berupa gedung bertingkat, melainkan pasar dengan kumpulan kios-kios biasa yang tidak ber-AC. Walaupun tampak seperti pasar biasa, jumlah kios di pasar ini aduhai banyaknya. Ribuan kios deh pokoknya. Ada yang berjualan baju (kayaknya dominan), berjualan tas, topi, tanaman, makanan, dan barang pernak-pernik yang lucu-lucu. Tempat ini cocok banget deh untuk siapapun yang lagi nyari inspirasi untuk bisnis (ngintip ide-ide yang dituangkan pedagang di sini hehe…).
Untuk menuju ke pasar ini bisa ditempuh dengan berbagai cara. Pakai taksi pastinya bisa, tapi kalau jarak tempuhnya jauh bakal lumayan mahal. Yang paling mudah adalah menggunakan BTS (Bangkok Mass Train System) dan pada akhirnya turun di Mo Chit. Setelah sampai di Mo Chit, kamu tinggal jalan kaki aja dah langsung sampai ke area pasar yang sangat luas ini.
Berhubung udara Bangkok cukup panas (di atas 30 derajat Celcius), pakai baju yang nyaman untuk menyerap keringat. Walau gak adem, kamu akan lupa sama udara gerah karena matamu akan tertumbuk sama barang-barang yang ditawarkan ribuan kios di sana. Sekali menemukan barang yang kayaknya cocok, saran saya mending langsung dibeli aja. Soalnya saking banyaknya kios, kamu bakal lupa tadi ngeliat sesuatu yang kamu pengen itu di kios mana ya… ?
Harga di sana ada yang bisa ditawar dan ada yang pas, tapi kalau beli banyak pasti boleh minta diskon. Tips supaya gak dikasih harga kemahalan, cari aja barang sejenis yang sudah dipajang harganya di kios lainnya. Nanti kamu bisa bandingin harga dan bahan dari barang yang dimaksud dan punya kisaran untuk menawar.
Makanan-makanan yang dijual di Bangkok juga unik. Ada coconut ice cream berupa es krim yang menggunakan batok kelapa sebagai wadahnya dan dibubuhi topping yang bisa dipilih. Ada juga makanan semacam tumisan cumi atau gurita (ups…itu saudaraku!), telor ceplok puyuh, limun buah-buahan, dan lain-lain. Menarik-menarik deh penyajiannya.
Kalau kios yang menjual baju sih jangan ditanya lagi. Banyaaak banget. Mulai dari baju bordir, kaos, baju santai, baju anak, dan lain-lain. Penjual tas juga sangat banyak. Ada yang terbuat dari kain hingga ada penjual tas dari kertas semen. Kereeen…
Oke deh, mending simak foto-fotonya aja. Mampir ke sini gak rugi kok! Oh iya, kalau mau nyari makanan halal yang mudah rutenya, cari atau tanya lokasi jam besar di sana atau bisa lihat di peta. Nanti di seputar jam besar itu ada yang berjualan makanan khas Thailand. Enak lho… Selamat bertualang!
Begitulah pertanyaan-pertanyaan yang sempat terlontar saat saya selalu terusik pikiran untuk mengajak anak-anak umroh. Anak-anak kami usianya 12, 8, dan 6 tahun, masih SMP dan SD. Kenapa pikiran selalu terusik ya? Mungkin hanya Allah yang tahu karena secara duniawi lebih seru ngajak anak ke Disney Land daripada berpayah-payah ke Tanah Suci. Tapi mungkin ini bukan hasil logika biasa, itung-itungan materi jadi nomor dua. Rencana ingin ganti mobil biarlah ditunda, rasanya ada yang lebih urgent dari itu. Mungkin ini jalan dari Allah. Kalau soal materi, saya percaya rejeki akan langsung dikirim dari Allah asalkan untuk ke Tanah Suci. Jadi seperti kita tidak mengeluarkan biaya apa-apa (pikiran positif saya selalu). ?
Pemikiran lainnya, tidak ada yang tau umur orang. Kalau saya menunda mengajak anak ke Mekkah, apakah di masa yang akan datang saya masih diberi umur, suami masih diberi umur, atau si anak sendiri masih diberi umur? Nah, kayaknya lebih cepat lebih baik, pikir saya waktu itu. Lagipula dengan keedanan jaman sekarang, saya lebih percaya menitipkan pada Allah saja supaya menjaga ahklak agar selalu soleh dan solehah.
Mendaftar untuk umroh sejak beberapa bulan lalu untuk memastikan seat pesawat di jadwal keberangkatan yang tidak mengganggu jadwal kerja, kuliah saya dan suami, serta jadwal sekolah anak-anak. Alhamdulillah kami berangkat berlima, orang tua dengan 3 anak kecil. Eh, ditambah staf saya di kantor 1 orang jadi berenam. Alhamdulillah… Cerita tentang staf saya bernama Dewi yang ikut umroh juga punya cerita unik sendiri (kapan-kapan diceritain kalau sempat).
Menjelang keberangkatan, ada hal yang tidak terduga, si bungsu panas tinggi berhari-hari. Dengan obat dokter dan obat tradisional panasnya tetap tidak turun. Di situlah ujian kesabaran dimulai. Saya pasrah dan larut dalam doa-doa di shalat istikharah pada malam menjelang keberangkatan. Jawaban hati atas shalat itu, saya harus yakin dan mantap membawa anak saya memenuhi panggilan-Nya ke Tanah Suci. Biarlah Allah yang Maha Pengatur yang menyelesaikan keraguan hati.
Saat perjalanan di pesawat pun badan anak saya masih panas tinggi dan sangat rewel. Perjalanan panjang 9-10 jam di pesawat yang seharusnya untuk istirahat, saya baktikan untuk menenangkan anak dan mengatasi demamnya. Ujian kesabaran yang masih harus dilalui, pikir saya sambil memikirkan Allah pasti akan menolong.
Akhirnya sampailah kami di Jeddah Arab Saudi, bandara utama tempat mendaratnya pesawat haji dan umroh. Sehabis dari Jeddah, kami tidak langsung melaksanakan umroh ke Mekkah, tapi menggunakan bus menuju kota Madinah yang berjarak 6-7 jam dari Jeddah. Mekkah sendiri mungkin hanya sekitar 1 jam dari Jeddah, tapi jemaah Indonesia yang melakukan umroh langsung setelah mendarat biasanya melakukan niat dan miqot saat di pesawat udara saat terbang di atas kota Yalamlam. Rombongan kami rencananya melakukan miqot dan niat dari Bir Ali yang berada di sekitar Madinah.
Tiba di Madinah sekitar pukul 2 dini hari waktu setempat. Kami istirahat di kamar hotel sebentar setelah perjalanan yang begitu panjang. Saya pegang tubuh anak saya tidak demam sama sekali. Dia pun bisa tidur nyenyak. Pukul 4.30 dini hari, sebelum azan subuh, saya dan suami bersiap ke mesjid Nabawi untuk menunggu waktu azan subuh. Anak-anak yang sangat nyenyak tadinya ingin kami biarkan tidur dahulu. Tiba-tiba mereka terbangun karena merasakan persiapan orang tuanya dan ingin ikut ke mesjid. Masya Allah, alhamdulillah… Si bungsu yang beberapa jam sebelumnya masih rewel dan panas paling terlihat semangat dan kelihatan sangat segar.
Alhamdulillah, selama di Madinah yang cuacanya agak dingin, anak-anak tetap sehat. Cuma namanya anak-anak, badan mereka memang belum sekuat orang dewasa. Beberapa kali mereka kami tinggalkan di kamar hotel saat orang tuanya shalat ke mesjid. Yang pasti, walau di hotel mereka harus tetap shalat.
Ujian kesabaran juga harus kami lalui saat menuju ibadah umrah yang sebenarnya. Tanggal 3 Maret 2016 sekitar pukul 15.00, kami melakukan niat umroh di miqot Bir Ali di kota Madinah. Setelah miqot, kami menaiki bus menuju Kota Haram Mekkah Al Mukarromah dalam keadaan ihram selama sekitar 6-7 jam perjalanan. Di perjalanan sebagian orang melantunkan talbiyah dan sebagian lagi tidur. Anak-anak pun tidur nyenyak sepanjang perjalanan. Saya tidak mau mengusik mereka karena setelah perjalanan ini kami akan melakukan rangkaian ibadah umrah pada malam hingga dini hari yang pasti akan menguras tenaga.
Sesampainya di Mekkah, kami makan sejenak di hotel dan keluarga kecil saya memisahkan diri dari rombongan untuk memulai ibadah umrah lebih awal. Pertimbangannya, supaya anak-anak tidak terlalu lelah begadang dan lebih cepat selesai lebih baik. Lagipula dengan membawa anak tampaknya kami akan berjalan lebih lambat dibanding orang lain.
Di sinilah ujian kesabaran yang berikutnya. Karena membawa anak, supaya mereka tidak terlalu lelah, kami sengaja membawa kursi dorong. Untuk yang menggunakan kursi dorong, jalurnya terpisah saat thawaf dan sa’i. Saat tanpa membawa anak, kami umroh dan sa’i di jalur manusia yang berjalan kaki. Kalau anaknya masih balita dan cuma 1 anak sih mending digendong aja kayaknya.
Resiko berada di jalur kursi roda berbeda karena di jalur manusia biasa hanya akan berdempetan atau bertubrukan dengan badan manusia. Di jalur kursi roda, kami baru merasakan yang namanya tertubruk kursi roda berkali-kali dari belakang oleh kursi roda orang lain hingga kaki luka atau berdarah.
Hiks…ujian kesabaran yang sangat sakit tapi semoga menjadi penggugur dosa. Benar-benar pengalaman batin yang baru. Suamiku sampai terpincang-pincang mendorong kursi roda anak kami setelah ditabrak hingga jatuh dan berdarah di kakinya. Saya yang disampingnya hanya bisa menguatkan sambil menangis dan ikut mendoakan kebaikan dan ampunan dosa bagi suami dalam rasa sakitnya.
Sebenarnya di sekitar sana banyak petugas tim pendorong kursi roda yang bisa dimintakan jasanya. Mereka biasanya bergerombol misalnya di sekitar jalur sa’i. Tarifnya adalah 100 riyal untuk mendorong di tempat thawaf dan 100 riyal juga di tempat sa’i.
Saat thawaf, anak-anak masih kelihatan semangat dan kuat walau kami berkeliling 7 kali putaran menghabiskan waktu sekitar 1,5 jam. Karena kami hanya membawa 1 kursi roda, anak-anak duduk bergiliran. Jadi semua kebagian jatah jalan dan jatah duduk didorong. Alhamdulillah semua gembira.
Pada saat sa’i, kelihatannya si bungsu mulai kelelahan dan ngantuk sehingga agak rewel. Putaran ke 4 sa’i antara bukit Marwah ke Safa, kami akhirnya memutuskan menyewa kursi roda karena anak-anak mulai kelihatan lelah dan ingin cepat beres. Biayanya nego dan akhirnya disepakati 75 riyal. Yang penting anak-anak bisa menuntaskan umrohnya dan mereka bisa menyerap banyak pelajaran berharga dari ibadah ini.
Kebetulan kami umroh di malam Jumat. Masjidil Haram pada malam Jumat ramainya benar-benar seperti mall yang lagi menyelenggarakan obral besar-besaran. Penuh banget! Dan hari Jumat memang hari liburnya kantor di Arab. Jadilah warga sini memanfaatkan malam liburnya dengan umroh sekeluarga. Bukan pemandangan aneh anak-anak banyak dibawa pada malam itu dan jalur thawaf serta sa’i sangat penuh oleh keluarga muda Arab. Alhamdulillah…kami tidak sendirian ?
Hingga waktunya selesai sa’i antara bukit Safa dan Marwah, kami pun melakukan tahallul sebagai tuntasnya ibadah umrah yang kami jalan hari itu. Total sekitar 3 jam kami melakukan rangkaian umrah di Masjidil Haram, jadi jam 3 dini hari kami sudah keluar dari Masjid. Setelah itu, sambil pulang ke hotel kami sempatkan mampir ke tempat cukur dan digundullah dua cowok kesayangan saya (suami dan si bungsu). Tukang cukur, toko makanan, toko souvenir, dan toko-toko lain di kota Mekkah memang ngga ada matinya. Buka selama 24 jam non-stop!
Alhamdulillah, semoga ibadah umrah kami bersama anak-anak diterima Allah dan semoga tulisan ini membawa manfaat bagi yang punya niat untuk umroh atau haji.
Sungai Chao Phraya adalah sungai utama sepanjang 372 kM di Thailand dan menyebar ke seluruh daratan negara itu. Sungai ini juga membelah ibukota negara Thailand, yaitu kota Bangkok. Keberadaan sungai ini seakan tidak bisa dipisahkan dari kehidupan kota Bangkok. Belum ke Bangkok namanya kalau belum menyusuri atau menikmati suasana di sekitar sungai yang sangat lebar dan panjang ini.
Sungai ini berfungsi seperti halnya jalan raya, yaitu menjadi sarana transportasi dari satu tempat ke tempat lain. Ada yang melewati sungai ini menggunakan perahu dayung kecil, ada pula yang menggunakan perahu angkutan umum, perahu carteran, boat, dan bahkan kapal pesiar yang cukup besar.
Salah satu tepian tempat berlabuhnya perahu-perahu tadi adalah dermaga di Asiatique. Asiatique ini adalah sebuah kawasan tempat nongkrong anak muda di Bangkok. Cocok dong dengan kami yang masih muda (hik hik hik). Di kawasan ini terdapat tempat makan dan toko-toko yang berjumlah lebih dari 1.000 gerai. Ada kincir raksasa juga lho yang bernama Mekong.
Bangkok adalah kota yang hawanya cukup panas, jadi saat menjelang senja saat matahari teduh, pinggiran sungai di kawasan Asiatique ini bener-bener terasa asik. Lampu-lampu mulai dinyalakan, angin semilir sambil memandang riak air dan kapal-kapal yang berjalan anggun di sungai selebar ini, menjadi sajian yang pas dinikmati sambil ngabuburit (kalau umpamanya lagi bulan puasa hehehe…).
Pengen nyoba jalan ke sini? Gampang kok, bisa dijangkau naik angkutan umum. Kami pun ke sana menggunakan angkutan umum. Sambung-menyambung sih, tapi tetap oke. Banyak alternatifnya mau ambil jalur darat atau sungai, tapi hanya yang pernah saya coba nih saya ceritakan.
Caranya, buka peta dan cari stasiun BTS (Bangkok Mass Train Sistem) Saphan Taksin yang bisa diakses dari stasiun BTS lainnya walau sambung-menyambung. Setelah turun di BTS Saphan Taksin, kita tinggal naik bis yang nomornya 1. Nanti minta turun di Asiatique. Walau di sana kurang lancar bahasa Inggris, kemana-mana bawa peta atau pakai tulisan nama tempat aja, biasanya mudah untuk bertanya. Pakai bahasa tarzan, tentu saja hehe…