Halal Journey In Europe For Adinda Azzahra Tour

Surat Al Mulk 15 :
“Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.”

Ternyata, cukup banyak ayat Al Qur’an yang mengajak kita untuk bepergian mencari ilmu dan menikmati rejeki dengan bertualang di bumi ciptaan Allah ini. Salah satunya adalah dalam Surat Al Mulk ayat 15 di atas. Belakangan ini juga mulai populer fenomena Wisata Halal di berbagai belahan dunia. Apa itu wisata halal? Wisata halal buat saya adalah sebuah pengalaman menjelajahi berbagai belahan bumi dengan tetap mengkonsumsi makanan yang halal, tetap bisa menjalankan shalat 5 waktu, dan jika memungkinkan juga mengunjungi mesjid di berbagai tempat di dunia.

Perjalanan Memakai Kuwait Air Ke Inggris

Eropa memiliki daya pikat yang sangat tinggi sebagai tempat wisata internasional. Karena keindahan alam dan bangunannya yang bersejarah, Eropa adalah sebuah daratan yang membuat banyak orang berangan-angan untuk mengunjunginya. Apakah masyarakat di Eropa toleran terhadap umat muslim? Alhamdulillah hal itu sudah saya buktikan bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan selama petualangan 3 bulan berada di Eropa beberapa tahun lalu.

Pada bulan Februari 2015, saya meninggalkan kota kelahiran saya, Bandung, untuk pertama kalinya menuju ke benua baru, Eropa. Seperti apakah Eropa? Wah, tidak terbayang sebelumnya. Kesempatan itu datang bersamaan dengan saat saya dan suami mengambil kuliah Magister jurusan Bisnis di ITB. Kampus kami bekerja sama dengan kampus Goldsmith University di Kota London. Kami diberi kesempatan untuk mengambil 1 semester kuliah di Goldsmith. Sebuah kesempatan langka yang akhirnya kami coba.

Makanan dari maskapai Kuwait Air yang pasti halal

Saat berangkat dari Bandung, kota pertama yang kami tuju adalah London di Inggris alias UK. Untuk menuju ke sana, kami memilih maskapai Kuwait Air yang berangkat dari Kuala Lumpur. Bandung-Kuala Lumpur-Kuwait-London. Perjalanan yang lumayan panjang dan melelahkan tapi sangat berkesan. Petualangan  yang saya jalani bersama jodoh halal ini adalah kesempatan pertama saya menginjak benua Eropa yang sohor tersebut. Jauh sebelum kami menikah, suami saya pernah berkunjung ke Eropa bersama keluarganya. Saya, yang masih “bau kencur” dalam urusan traveling ke Eropa hanya berbekal modal nekad saja.

Selama kurang lebih 2 bulan, saya mengikuti perkuliahan di Goldsmith University London. Itu terhitung perkuliahan yang setara dengan 1 semester di Indonesia. Di awal kedatangan, saya dan suami tinggal di hotel backpacker yang sekamar isinya beramai-ramai. Setelah beberapa hari, kami mencari kamar yang bisa disewa bulanan atau mingguan. Lewat iklan online, kami menyusuri beberapa rumah dan akhirnya menemukan tempat yang paling cocok di rumah seorang Jerman. Sebenarnya, kamar tersebut hanya untuk 1 orang saja. Tapi kami minta ijin untuk dapat menyewa bareng, lagi pula tempat tidur single buat orang bule memang cukup besar untuk bisa dipakai kami berdua. Harga sewa kamar di sana kalau dihitung pakai rupiah, sewa sebuah kamar selama sebulan di London masih bisa dipakai untuk bayar kontrak 1 rumah selama setahun di Bandung hehe… Muahal tapi tidak semahal di hotel tentunya.

Sup jagung dengan campuran seafood yang lezat (kata saya sebagai kokinya hehe…)
Sosis halal dan kentang ditumis kesukaan suami saya

Selama di London, untuk mengirit dan menjaga agar bisa makan makanan yang halal, saya memasak sendiri di tempat kost. Belanjanya kadang di pasar dan kadang di supermarket. Kebetulan tidak jauh dari tempat saya tinggal, di daerah Peckham London cukup banyak kawasan yang dihuni oleh muslim. Di supermarket juga tersedia rak-rak berisi bahan makanan halal, mulai daging ayam, daging sapi, sosis, dan lain-lain. Bahkan di daerah China Town di tengah kota London, ada toko bahan makanan khas Asia yang menjual segala macam bumbu dan makanan dari Indonesia.

Pecel ala London dan tempe buatan Belanda yang tersedia di toko Asia

Kami juga sempat berkelana ke kota-kota lain di Inggris, seperti Leeds, York, Bath, Liverpool, Brighton, Manchester, dan lain-lain hingga yang terjauh, Edinburgh di Scotlandia. Terus terang, berkelana dengan status mahasiswa, kami jadi punya “fasilitas” istimewa yaitu banyaknya bantuan tempat menginap gratis di apartemen atau kamar yang disewa oleh para mahasiswa Indonesia di UK. Masya Allah, mereka baik banget. Kami kadang baru kenal di udara lewat facebook atau dikenalkan teman, tapi uluran tangan menyediakan tempat menginap saja sudah merupakan berkah tak terhingga untuk kami.

Bersama kenalan baru yang baik hati memberi tumpangan tempat menginap di Edinburgh, Scotlandia
Gerai makanan halal khas Turki di Spitalfield Market London yang hanya buka di Hari Minggu
Gerai makanan halal di Spitalfield Market London yang hanya buka di Hari Minggu
Pasar favorit saya adalah Borough Market di pusat kota London. Masuk ke pasar ini berasa sedang wisata.

Setelah 2 bulan lamanya menjadi penghuni London dan seputar Inggris, saya dan suami nekad coba-coba menjelajahi sebagian negara di Eropa Barat dan Eropa Timur selama hampir 1 bulan, tepatnya 26 hari. Sesaat setelah mengajukan visa UK dan disetujui dengan proses yang alot, kami juga mengajukan visa Schengen dalam waktu yang mepet selagi belum berangkat dari Indonesia. Berhubung mepet, saya meminta bantuan biro jasa tour & travel di Bandung.

Kalau bukan karena urusan sekolah kembali di usia yang sudah tidak belia ini, entah kapan saya bisa menginjak tempat impian banyak orang ini. Setiap melihat biaya tour ke Eropa, saya cuma bisa bergumam, hmmm mahal amat ya… Tiba-tiba Allah membelokkan langkah kaki saya ke berbagai tempat ini, tentunya jadi pengalaman tak terlupakan sepanjang hidup saya. Saya pernah berbagi taxi untuk “mengirit” dari Bandara Roma, Italy menuju ke hotel dengan sepasang turis bule yang ingin berkunjung ke Italy juga. Mereka tertawa mendengar petualangan kami sambil berkata, “Mungkin kamu tidak akan pernah mendapatkan kesempatan lagi untuk bertualang seperti ini.”

Begitulah, dengan modal nekad, tanpa dipersiapkan jauh-jauh hari untuk memilih negara dan tempat yang akan dikunjungi, kami berdua melangkahkan kaki begitu saja dengan mental harus siap menghadapi berbagai kemungkinan. Kami tidak menghitung berapa biaya yang harus kami keluarkan. Bukan ngerasa kebanyakan uang juga sih, tapi karena saya agak tidak apdet masalah trip ke Eropa dan cuma mengandalkan naluri saja. Asli masih culun banget deh urusan destinasi-destinasi di Eropa.

Hasil dari kenekatan kami itu, sejak berangkat dari London-Inggris, kami sempat singgah ke Brussel-Belgia, Paris-Perancis, Denhaag + Amsterdam + Volendam + Zaanse Schans + Roterdam di Holland alias Belanda, Cologne + Bonn + Berlin di Jerman, Vienna di Austria, Prague di Cekoslovakia, Venezia + Roma di Italy, serta salah satu negara terkecil di dunia yaitu Vatican. Ini adalah petualangan paling gila yang pernah saya lakukan, ke belasan kota di beberapa negara secara non-stop.

Kondisinya akan sangat berbeda kalau berangkat melalui biro tour khusus. Pasti akan tertata dengan rapi dan tujuan yang jelas kalau berangkat dalam rombongan tour, tidak seperti itinerary kami yang menclok ke sana kemari. Yah, namanya juga cuma modal nekad. Sekarang jadi ada salah satu kenangan indah yang tidak terlupakan tapi bukan untuk ditiru tentunya hahaha…

Apa tantangan paling berat dalam petualangan ini? Pastinya berkaitan dengan kebutuhan perut. Mencari tempat menginap sih hampir tanpa kendala. Kadang menumpang di rumah teman, kadang sewa apartemen, kadang menginap di hotel. Kalau makanan, tentu kami harus pilih-pilih apa makanan yang mendekati halal (karena tidak ada sertifikasi khusus), seperti roti, beras (di beberapa kota kami masak nasi sendiri), dengan lauk yang kami bekal khusus kemana-mana dan beli di toko atau minimarket khusus bahan makanan Asia. Di Eropa, ada beberapa toko Asia seperti itu, terutama di Belanda. Jadi di toko seperti itu, kami bisa membeli mie instan, sarden, dan makanan-makanan lain yang berasal dari Indonesia.

Belanda adalah negara yang paling lama kami jelajahi. Selain kota-kotanya sangat bersih dan cantik, transportasi umumnya juga sangat nyaman serta wifi kencang di berbagai lokasi. Jangankan di stasiun kereta, di setiap kereta pun ada wifi khusus yang mudah diakses. Tambahan hal menarik lainnya adalah kemudahan dalam mencari bahan makanan dan makanan siap makan bercita-rasa Indonesia. Nah, komplit kan?

Pempek buatan rumah makan di kota Den Haag Belanda
Salah satu rumah makan khas Indonesia di Den Haag, Belanda
Roti panas khas Prague, Ceko, yang disebut Trdelnik

Selama bertualang di Eropa tersebut, saya tidak terlalu sering membeli makanan di restoran, kecuali dalam kondisi terpaksa. Selain mahal, hati sering ragu akan kehalalannya, sehingga saya sering memasak makanan saat menginap di rumah teman atau menyewa apartemen. Di tempat-tempat tersebut, biasanya memang tersedia alat masak. Jika dibandingkan dengan mengikuti tour halal yang disediakan berbagai travel, seperti Adinda Azzahra Tour & Travel, http://adindaazzahra.com, pastinya akan lebih nyaman dan terjamin ikut program wisata yang ditawarkan. Selain waktu tidak terbuang untuk mencari makanan karena biasanya sudah disediakan di restoran-restoran partner yang menyediakan makanan halal, juga ada guide yang mengingatkan tentang waktu shalat dan kunjungan ke mesjid yang ada di suatu negara atau kota. Walau demikian, mencoba bertualang sendiri dan hidup bagai warga setempat dengan memasak makanan sendiri juga punya kenangan yang sangat berkesan. Kamu sendiri, milih yang mana? 😊

Cara Menuju Raudhah Bagi Wanita Dan Jamaah Berkursi Roda Di Mesjid Nabawi

Kubah Hijau Penanda Letak Makam Rasulullah Terlihat Dari Kejauhan

Apa tempat yang paling dituju saat jamaah haji atau umroh datang ke Madinah? Pasti banyak yang menjawab ingin ke Raudhah atau Taman Surga di dalam bangunan Masjidil Nabawi. Apabila masuk ke dalam Raudhah, berdirilah menghadap ke arah kiblat. Kita dapat melihat di sebelah kiri ada sebuah bangunan berbentuk 4 segi berwarna hijau tua dan bangunan itu dulunya adalah rumah Rasulullah SAW & Siti Aisyah dan di situlah juga terletaknya makam Rasulullah SAW serta para sahabat. Di atasnya terdapat kubah berwarna hijau tua yang menjadi tanda letaknya makam Rasulullah SAW. Kubah ini bisa dilihat dengan jelas dari luar Masjid Nabawi bagian depan.

Lalu bagaimana cara untuk mencapai Raudhah? Karena saya seorang perempuan, maka saya ingin menceritakan cara menuju Raudhah bagi kaum perempuan. Untuk pelengkap informasi, pintu masuk bagi jamaah perempuan dan lelaki berbeda atau dipisah bila ingin memasuki Masjid Nabawi. Hal ini berbeda bila ingin memasuki Masjidil Haram Mekkah tempat Ka’bah berada. Jamaah laki-laki dan perempuan bebas memasuki dari pintu manapun walau saat shalat akan dipisahkan areanya di dalam.

Untuk menuju ke Raudhah, bagi jamaah wanita hanya bisa di waktu-waktu tertentu. Berbeda dengan jamaah pria yang bisa setiap saat memasuki Raudhah. Raudhah ini pada saat jam shalat menjadi area untuk shalat lelaki, sehingga tertutup bagi perempuan. Berdasarkan pengalaman yang saya alami sendiri, waktu kunjungan ke Raudhah bagi perempuan adalah setelah terbit matahari hingga menjelang shalat Dzuhur dan selepas shalat Isya hingga pertengahan malam.

Pintu Masjid Nabawi Nomor 25 Tempat Awal Memasuki Raudhah Bagi Jamaah Perempuan

Tidak semua pintu masjid bisa dilewati untuk menuju Raudhah bagi wanita. Kita harus mencari pintu nomor 25 yang berada di area khusus perempuan dan terus saja melangkah masuk menuju tempat imam. Kalau tidak yakin dan takut tersesat, pada jam-jam khusus kunjungan Raudhah, kita akan melihat perempuan dari berbagai bangsa berbondong-bondong ke arah depan. Ikuti saja rombongan itu dan kita akan melihat petugas-petugas wanita yang mengatur jamaah. Ikuti instruksi dari petugas wanita yang berpakaian dan bercadar serba hitam itu. Ada kalanya kita disuruh duduk dan menunggu beberapa saat di karpet, dan ada kalanya kita diminta terus berjalan. Bagi pemakai kursi roda, rombongan akan dipisah dan digabungkan dengan sesama pemakai kursi roda. Tentunya para jamaah ini minimal berdua, satu jamaah duduk di kursi roda dan satu jamaah lagi yang menemani. Bagi pemakai kursi roda tidak perlu kecil hati saat ingin ke Raudhah. Ada antrian khusus dan area shalat bagi pemakai kursi roda di karpet hijau Raudhah di Masjid Nabawi.

Antrian Khusus Jamaah Berkursi Roda Yang Ingin Menuju Raudhah

Saat saya merasakan berkunjung ke Raudhah untuk pertama kali tahun 2008, situasinya sangat padat. Sulit bisa shalat dan berdoa berlama-lama di sana. Bisa-bisa, kita akan terinjak oleh kaki orang lain kalau diam di tempat terlalu lama. Maka petugas di sana pun mengatur agar kita cukup shalat sunat 2 rakaat saja dan segera beranjak untuk memberikan tempat bagi jamaah lain yang ingin merasakan shalat di karpet hijau Nabawi alias Raudhah ini.

Membayangkan sebegitu padatnya Raudhah, awalnya saya tidak yakin bisa ke sana membawa ibu saya yang kakinya sakit karena osteoarthritis alias radang sendi. Bisa-bisa, ibu saya malah jatuh terdorong oleh jamaah lain yang memang tenaga dan badannya lebih besar dibanding ukuran tubuh orang Indonesia. Untuk alasan itu pula, jamaah dari Asia yang bertubuh kecil dipisahkan dari rombongan jamaah negara lain seperti dari Arab dan Afrika agar saat memasuki Raudhah lebih aman.

Ibu Saya Tercinta Sedang Mengantri Menuju Raudhah Di Atas Kursi Rodanya Sambil Membaca Buku Doa

Setelah pada kesempatan tahun-tahun berikutnya ke Raudhah dan melihat ternyata jamaah berkursi roda punya jalur khusus, akhirnya pada musim haji tahun 2017 ini saya membawa ibu saya ke sana menggunakan kursi roda. Alhamdulillah, Allah sangat memuliakan ibu saya. Tanpa desak-desakan, tanpa takut terinjak, Ibu saya dan para ibu lainnya bisa shalat bahkan lebih lama dari jamaah umum yang menuju Raudhah. Tipsnya cuma harus sabar mengantri. Saat sedang mengantri, alhamdulillah waktunya bisa diisi sambil membaca Qur’an atau shalat sunat.

Antrian Jamaah Perempuan Yang Sedang Menunggu Giliran Menuju Raudhah. Antrian Duduk Di Sini Bisa Memakan Waktu Hingga 1 Jam Lebih.

Jamaah yang tidak berkursi roda mempunyai ruangan tersendiri untuk antri. Kami dipisah-pisahkan duduknya dan dikelompokkan dengan sesama bangsa Melayu. Saking lamanya antri, beberapa jamaah ada yang menunggu sambil mengaji bahkan ada yang tidur-tiduran. Saking banyaknya jamaah dan tempat di Raudhah yang terbatas, kami harus sabar dalam menunggu giliran.

Lihatlah Batas Raudhah Berkarpet Hijau Yang Berbeda Dengan Karpet Nabawi Umumnya Yaitu Merah

Walau cukup lama menunggu, pasti rasa kesal langsung hilang dan berubah menjadi rasa haru saat langkah demi langkah kita tiba pada perbatasan karpet berwarna merah dan hijau. Ya, karpet Masjidil Nabawi umumnya berwarna merah dan karpet khusus di bagian Raudhah berwarna hijau. Masya Allah, betapa bahagianya saat kaki kita sudah tiba di atas karpet yang hijau. Rasanya ingin segera bersujud di sana. Eits, jangan tiba-tiba langsung ingin sujud syukur atau shalat di saat awal karpet hijau ya. Nanti kita bisa menghalangi orang lain untuk masuk dan bisa terinjak-injak. Carilah tempat yang cukup aman agak ke dalam walau kondisinya tidak akan leluasa sebebas shalat di mesjid-mesjid yang ada di Indonesia. Asal cukup untuk bersujud, alhamdulillah.

 

Inilah Karpet Hijau Raudhah. Tidak Ada Tempat Tersisa Selain Untuk Shalat, Sekecil Apapun Area Itu.

Berbagai keutamaan shalat dan berdoa di Raudhah bisa kita baca dari berbagai sumber yang bisa dicari di Google. Yang pasti, hampir semua muslim yang tiba di Madinah ingin merasakan bersujud di Raudhah.

Mama Bersama Para Jamaah Lain Yang Bisa Tenang Shalat Dan Berdoa, Sementara Giliran Saya Di Sana Sudah Habis Dan Tinggal Menunggu

Oh ya, kembali ke kisah ibu saya di Raudhah, bagaimana keadaan tempat shalat bagi jamaah berkursi roda? Alhamdulillah, ibu-ibu berkursi roda ini begitu dihormati. Saat antrian memasuki Raudhah, para petugas perempuan mengambil alih kursi roda dan memarkirkan para ibu ini dengan rapi. Sekitar 15-20 ibu bergantian bisa shalat dan berdoa di atas kursi rodanya di atas karpet hijau. Para pengantar dipersilakan shalat di bagian belakang kursi roda ini. Luar biasanya, para ibu yang berada di atas kursi roda bisa shalat lebih lama dan tidak perlu berdesakan. Mereka sangat khusyuk shalat berdoa. Para pengantar sendiri harus cukup puas shalat hanya 2 rakaat dan langsung disuruh berdiri agar bisa bergantian dengan pengantar lainnya. Allah menjamu ibu saya sedemikian nikmatnya. Nikmat mana lagi yang hamda dustakan Ya Allah. Sebegitu besar pertolongan-Mu untuk membahagiakan orang tua hamba. Alhamdulillah… alhamdulillah…

KETIKA BELL’S PALSY MENGHAMPIRI

Wajah hanya bisa tersenyum Separuh saat menderita bell’s Palsy

Tersenyumlah ketika kamu bisa tersenyum…

Kalimat itu sepertinya hanya basa-basi bagi kita yang sehat dan tidak mengalami kendala apapun untuk tersenyum. Bahkan orang yang sedang bersedih pun bisa tersenyum lho! Saya baru saja mengalami pengalaman baru sehingga membuat sulit tersenyum. Wajah lumpuh sebelah alias Sindrom Bell’s Palsy.

Seperti apa rasanya? Saya akan mulai dengan curhat tentang artinya kesempurnaan yang diberikan Allah untuk saya dan selama ini tidak saya sadari.

Suatu pagi, saya bangun dari tidur dan langsung sibuk menyiapkan anak-anak untuk sekolah dan mengerjakan pekerjaan dapur. Saya merasa mata kanan saya agak aneh saat berkedip, seperti mengganjal. Ah, saya pikir ini hanya mata yang mau bintitan atau kena bisul kayaknya. Saya pun asik mengerjakan berbagai hal di rumah sampai tiba saatnya ingin berangkat ke luar rumah. Harus mandi dong. Nah, dari kamar mandi inilah kesadaran saya baru terasa pada saat saya mengalami kesulitan saat kumur setelah menyikat gigi. Waduh, saya yang udah belajar kumur dan sikat gigi dari kecil kok gagal terus dan air di mulut selalu tumpah. Shock dulu dan akhirnya saya langsung browsing ada apa dengan wajah saya. Bell’s Palsy! Itulah saat pertama kali saya berkenalan dengan nama ini. Panik? Sempet iya.

Setelah panik tapi harus cepat mengambil langkah, akhirnya saya memilih untuk pergi ke dokter ahli akupuntur. Sebelumnya pernah akupuntur di seorang dokter, tapi buka prakteknya sore hingga tengah malam (saking antrinya). Ternyata ada dokter lain yang praktek di klinik siang hari. Yah dicoba deh. Percobaan pertama, jarum-jarum yang menembus kulit wajah saya berhasil bikin saya meneteskan air mata. Sakit juga ya hihihi…

Sempat beberapa kali akupuntur ke dokter ini dan juga konsultasi dengan dokter syaraf untuk second opinion, akhirnya saya malah memilih ke akupuntur tradisional cina. Kenapa? Soalnya jadwal berobatnya lebih enak, ada jam pagi sampai siang sehingga saya bisa berobat di sela-sela waktu anak sekolah. Dia bukan dokter, tapi semacam sinshe tradisional, yang membuka klinik akupuntur yang ditangani oleh Ibu Iing dan anaknya. Ibu separuh baya ini nancep-nancepin jarum akupuntur jauh lebih banyak dari di dokter sebelumnya. Alamak… Tidak hanya ditusuk, ternyata wajah saya pun diberi aliran listrik alias disetrum melalui kabel yang disambungkan ke jarum-jarum di wajah saya. Serem ya ngebayanginnya?

Salah satu cara pemulihan Bell’s Palsy yaitu tusuk jarum

Saya disuruh tiap hari datang selama 10 kali. Duh, terus terang kadang mental saya down juga. Jadi saya suka bolos selang sehari atau dua hari, mengobati perasaan yang ngeri-ngeri sedap. Tapi akhirnya semangat saya muncul sewaktu banyak orang yang tidak melihat kalau saya sedang lumpuh sebelah wajah. Padahal baru menjalani pengobatan sekitar 1 minggu aja. Alhamdulillah…kemajuannya sangat cepat dan menambah motivasi untuk sembuh. Dari beberapa pengalaman orang, hitungannya berbulan-bulan baru pulih. Malah ada yang sudah 6 bulan tapi kelumpuhan wajahnya masih terlihat.

Oh iya, saat saya konsultasi dengan dokter syaraf, beliau mengatakan hingga saat ini tidak ada penelitian yang menjelaskan penyebab dari terjadinya bell’s palsy. Dia bisa terjadi kapan saja dan kepada siapa saja, tidak melihat anak muda atau lanjut usia. Obatnya hanya terapi dan tambahan vitamin atau obat lain yang diperuntukkan bagi meningkatkan kondisi tubuh saja. Yang diingatkan hanya, “Jangan biarkan perut kosong dan harus selalu sarapan pagi.”

Di tempat akupuntur cina pun selalu diingatkan kalau akan memulai terapi, apakah sudah makan atau belum. Menurut mereka, bell’s palsy ini disebabkan gangguan pada saraf ke 7 di leher belakang sebelah kanan atau sebelah kiri. Oh iya, lumpuh sebelah wajah ini bisa terjadi di wajah bagian kanan atau wajah bagian kiri, tapi tidak pernah terjadi bersamaan antara kanan dan kiri sekaligus. Beda kasus ini dengan stroke, kalau terkena bell’s palsy, hanya bagian separuh wajah saja yang terkena. Anggota tubuh lain tetap sehat. Bahkan sering saya menyetir mobil sendiri ke tempat berobat.

Dengan pengalaman ini, saya ingin menuliskan pengalaman saya berobat. Lain orang pasti lain cara, kecocokan juga akan berbeda-beda. Saya hanya bersyukur bisa tersenyum lagi, bisa berkedip lagi, bisa berkumur lagi, dan merasakan hal-hal yang sempat hilang dari diri saya. Terima kasih Ya Allah…

Dua ekspresi dalam satu wajah (bagian yang normal bisa tersenyum, bagian yang lumpuh tanpa ekspresi)

Dadah Gaptek…

Jaman udah semakin bergeser ke arah serba teknologi. Buat emak-emak seperti saya, waduh susah amat mengikutinya. Saya selalu merasa gaptek (gagap teknologi), kudet (kurang apdet), dan sebagainya. Tantangan terberat saya soal teknologi kekinian adalah pada saat memutuskan ingin mencoba membuka toko online dan juga mengambil kuliah S2. Rasanya pengen pura-pura pingsan aja biar ditolongin orang deh daripada musti belajar dan mengerti masalah perteknologian, khususnya teknologi online.

Untuk urusan bikin toko online dan trik-trik per-online-an, untungnya saya menemukan banyak pihak yang membantu, baik berbayar maupun gratisan. Nah yang repot adalah sewaktu melanjutkan kuliah S2 ini. Berkali-kali saya musti tergagap-gagap dalam mengikuti prosedur kekiniannya. Untungnya saya kuliah bareng pak suami, jadi kalau saya masih terbengong-bengong, beliau yang akan turun tangan membantu saya walaupun dari awal sampe lulus pun masih kena omelan karena saya masih gaptek selalu.

Soal kuliah, gimana gak terkaget-kaget? Jaman saya kuliah S1 dulu di ITB, kalau perwalian ya datang menghadap dosen di ruangannya. Antri dengan manis sampai pak dosen ada waktu melirik kita. Ada tugas pun biasanya mengandalkan pengumuman dalam secarik kertas atau ditulis di papan tulis kelas. Eh pas udah jadi emak-emak gini, masuk ruangan ditanya, udah bawa buku yang diminta atau belum. Lah bingung dong karena kemaren-kemaren gak ada pengumuman apa-apa. Eh ternyata pengumumannya udah diemail sebelumnya. Yah mana gue tau, gue kan emak-emak gaptek 😀 *ngeles*

Foto tahun 2015 Jaman Lagi Pusing Ngerjain Tugas Kuliah S2

Yah pokoknya sebagai emak-emak yang kuliah lagi di jaman kekinian, harus kuat sabar dan pantang menyerah sama teknologi komunikasi masa kini. Kalau kira-kira gampang nyerah, yah ga ada jalan lain selain ngajak suami kuliah juga. Hihihi

Nah, saat ini, pandangan sebagai emak-emak yang mudah nyerah akibat gaptek itu mau saya coba tinggalkan. Langkah besar yang mungkin buat orang lain sih “kok cuma gitu doang” tapi buat saya sesuatu adalah dengan membuat web ini. Ini web pribadi saya buat ngeblog. Web ini dari awalnya beli domain sampai akhirnya bisa tayang cerita yang dibaca teman-teman semua adalah hasil ngulik bener-bener sendiri. Alhamdulillah akhirnya lahir juga blog impian saya. Semoga bermanfaat buat yang membacanya.

Fiuh…(ngelap keringet)

-ekapunyacerita-